Sabtu, 16 April 2011
menyusui kucing
Winda adalah ibu yang tidak biasa, di saat ia memutuskan untuk berhenti menyusui anaknya, ia justru berganti dengan menyusui 2 ekor anak kucing yang ia temukan di halaman rumahnya. Ya, Winda memang menyusui kucing-kucingnya.
Bermula ketika suatu pagi ia sedang menyapu halaman rumahnya, sayup-sayup ia mendengar suara bayi kucing. Winda lantas mencari sumber suara. Ia menemukan 2 ekor bayi kucing di bawah pohon mangga yang tampak sangat lemah dan bisa dibilang sekarat. Winda lalu memungut mereka, dan membawa ke rumah. Ia menyelimuti mereka dengan handuk.
Winda sempat bingung apa yang harus dilakukannya. Berpikir sejenak, ia teringat sebuah berita beberapa saat yang lalu di sebuah stasiun tv yang menampilkan seorang wanita yang menyusui kucingnya. Dan, ia pun mendapat ide untuk melakukan hal itu pula, tak lain karena dorongan naluri keibuannya dan seingatnya payudaranya masih mengeluarkan susu, sisa dari anaknya yang sudah ia sapih.
Winda segera membuka bajunya dan mengeluarkan kedua belah payudaranya dari balik BH-nya, sebab kali ini ada 2 “anak” yang butuh disusui. Ia menaruh mulut-mulut mungil bayi-bayi kucing itu ke putingnya, dan sepertinya kedua kucing itu tahu kalau mereka sedang disusui, mereka pun segera menghisap-hisap putting “ibu” baru mereka itu.
Hampir 1 jam kucing-kucing itu menyusu pada Winda. Kucing-kucing itu tampaknya sangat kelaparan atau karena susu Winda yang begitu lezat bagi mereka. Selesai menyusu, Winda menidurkan mereka di atas kasur mungil milik anaknya yang sudah tidak terpakai. Winda tersenyum memandangi kedua bayi kucing yang tampak begitu lucu dan polos itu. Sejak saat itu, Winda menyusui mereka setiap hari. Kucing-kucing itu begitu tampak mungil ketika menyusu pada payudara Winda yang tergolong besar itu.
Lambat laun, Winda memahami sifat-sifat kucing-kucingnya itu ketika menyusu, si Didi yang berbulu putih, suka menyusu sebentar-sebentar tetapi sering minta sepanjang hari, sementara si Dodo yang berbulu coklat, suka menyusu lama, bisa sampai 30 menit tiap menyusu, tetapi biasanya cuma 4-5 kali sehari.
Kabar Winda yang menyusui kucing tersebar cepat di antara para tetangganya, ada yang merespon negatif, tetapi tak sedikit pula yang mendukungnya karena alasan kasihan. Bagi Winda, tidak ada yang salah dengan menyusui hewan, selama dengan tujuan yang jelas.
tante cindy menyusuiku
Perkenalkan namaku Dani Haikal Putra. Kisah ini terjadi ketika aku masih duduk di bangku SMP dulu. Usiaku saat itu masih 13 tahun.
Kisah ini bermula ketika aku pulang sekolah dan melewati perumahan Puri Dara Putih, sebuah perumahan elit di dekat rumahku. Saat itu, aku melihat seorang ibu hamil yang sedang menggendong seorang bayi yang tertidur di pundaknya tengah kesusahan memunguti barang belanjaannya yang sepertinya terjatuh. Karena kasihan, aku turun dari sepeda dan membantu tante tersebut. Ketika kulihat wajahnya yang penuh keringat, tante tersebut masih tampak cantik walaupun sedang hamil tua. Ia tampak senang dengan bantuanku tersebut.
“Terima kasih ya, Dek. Coba kalau gak ada kamu”, katanya.
“Sama-sama, Bu”, jawabku basa-basi.
“Oh ya, nama kamu siapa? Tinggal dimana?” ia menanyaiku.
“Nama saya Dani, tinggal di Perum Persada III”.
“Hm, lumayan dekat ya. Mampir ke rumah Tante dulu yuk, ntar Tante kasih minuman dingin.” Ajaknya.
“Aduh, gak usah Tante, ngrepotin nanti”.
“Gak apa-apa kok, ayo! Kalau kamu gak mau, nanti Tante justru sedih. Ayo! Rumah Tante dekat situ kok” Tante itu memaksaku terus.
Aku akhirnya menurut saja mampir ke rumahnya. Rumahnya memang tak jauh dari situ. Sebuah rumah bergaya minimalis dengan cat krem.
Tante itu mempersilahkanku duduk dan ia lalu minta izin ke belakang untuk menaruh belanjaannya dan menidurkan bayinya. Tidak lama kemudian tante yang kemudian aku ketahui bernama Cindy itu, datang dengan membawa minuman segar buatku, dan tampak ia mengganti pakaiannya tadi dengan baju t-shirt berwarna pink karena mungkin bajunya tadi basah terkena keringat. Baju t-shirt yang dikenakan Tante Cindy saat itu, memiliki belahan dada yang sangat rendah sehingga di saat ia membungkuk menyajikan gelas kepadaku, tampak payudaranya yang putih dan besar menggelantung dan bergoncangan berulangkali di setiap ia menggerakkan badannya.
“Ini Tante buatkan sirup jeruk dingin untuk kamu, supaya segaran” jelas Tante Cindy. ”Hari ini panasnya minta ampun ya”.
Saat Tante Cindy selesai dengan gelas-gelasnya, ia pun kembali berdiri tegak. Saat itu juga, aku tersadarkan bahwa Tante Cindy sedang tidak mengenakan BH. Kedua buah puting payudaranya terlihat besar menggoda. Bahkan, kulihat kain baju pada bagian puting payudaranya basah, mungkin karena ASI.
Ia lalu ngobrol denganku sambil duduk di sofa dan mengelus-elus perutnya yang membuncit itu. Tante Cindy berbicara dengan ramahnya, penuh senyum, dan tawa.
“Tadi makasih banget lho ya, Dan”
“Ah, sama-sama, Tante. Sesama manusia kan harus saling menolong.” Jawabku diplomatis.
Di tengah pesona payudara yang menggoda itu, perhatianku terpecah oleh tangisan suara bayi. Aku tahu bahwa itu adalah anak Tante Cindy yang digendongnya tadi. Ia pun segera terpanggil untuk menemui bayinya.
“Kamu minum dulu aja. Tante ke belakang dulu.”
Hanya selang beberapa menit kemudian, Tante Cindy sudah menemuiku kembali di ruang tamu. Namun satu hal yang membuatku terkejut melihat kedatangannya dikarenakan ia keluar sambil meneteki bayinya.
Tante Cindy terlihat tidak perduli dengan mataku yang menatapi payudara segar di mulut bayinya yang mungil itu. Ia bahkan terlihat sibuk mengatur posisi agar terasa nyaman duduk di sofa di antara perutnya yang besar itu.
“Bagaimana sirup jeruknya, sudah diminum ?” tanya Tante Cindy cepat.
“Sudah, Tante” jawabku pendek.
Mataku menatap ke arah depan dimana payudara Tante Cindy yang besar dan montok berada.
“Ini namanya Satria” jelas Tante Cindy lagi sambil menatap anak bayinya yang imut itu.
“Usianya masih 11 bulan, tapi sudah mau punya adik lagi” Tante Cindy tersenyum kecil.
“Wah, masih kecil banget dong tante” balasku.
“Iya, makanya baru boleh dikasih susu aja”
“ASI ya, Tante ?” tanyaku polos.
“Oh, iya. Harus ASI, nggak boleh yang lain” paparnya dengan serius.
“Kalau orang bilang susu yang terbaik itu ASI, Tante” tambahku.
“Betul, kamu Dani. Dibandingkan dengan susu sapi misalnya. Ya, susu ibu itu jauh lebih bergizi.” tambah Tante Cindy penuh yakin.
“Ibu saya juga suka bikinin saya susu setiap pagi, Tante” kataku menjelaskan.
“Oh, iya? Bagus itu”.
Tante Cindy diam sejenak. Beliau memperhatikan bayinya yang sudah mulai terlihat tidur kembali. Namun, aku mulai berharap sesuatu yang lain dari payudaranya yang besar dan menggoda itu.
“Tapi susu yang saya minum setiap hari, ya, susu sapi Tante” sambungku lagi penasaran. Sementara Tante Cindy masih terlihat sibuk dengan bayinya. Namun, beberapa saat setelah itu, ia mengatakan sesuatu yang mengejutkanku.
“Susu ibu tetap lebih bagus. Bahkan di India ada yang bisa menyusui anaknya hingga usia dua belas tahun lho”.
“Wah, beneran Tante? Asyik juga tuh” aku menyela cepat.
Tante Cindy dengan sekonyong-konyong, menarik bagian sisi bajunya dimana payudaranya yang masih tertutup, tersingkap lebar. Payudaranya pun melejit keluar dengan cepat. Aku dibuat terkesima olehnya. Ini adalah pengalaman yang paling heboh dalam sepanjang sejarah hidupku saat itu.
“Nih, kamu juga bisa mencobanya, Dan” kata Tante Cindy kepadaku yang duduk di seberangnya. Puting susu berwarna merah delima terlihat menonjol ke arahku disertai tetesan air susu yang lumayan deras.
Aku awalnya agak ragu. Melihat wajah raguku, Tante Cindy pun meyakinkanku.
“Ayo, gak apa-apa kok. Kamu mau netek juga kan? Tante tahu kok.”
Aku pun mulai menyentuh payudaranya dengan perlahan. Lalu aku meremas buah dadanya serta mulai berani memainkan puting susunya dengan beberapa gerakan memelintir.
“Pentilnya gak usah dipencet-pencet lagi. Sudah keluar kok. Kamu coba langsung menghisapnya kayak anak tante ini aja” jelas Tante Cindy lagi.
Awalnya aku hanya menjilat-jilat puting susunya dan lantas mulai menghisap. Tapi, aku sudah lupa bagaimana menetek payudara, sehingga susunya yang hangat hanya menetes pelan.
“Kamu lupa caranya menetek ya?” katanya sambil tersenyum.
Aku hanya mengangguk pelan.
“Kamu hisap pentil susunya aja” ia menjelaskan.
Setelah kulakukan apa petunjuknya, air susunya pun megalir begitu deras sampai memenuhi mulutku.
”Aduh, pelan-pelan ya. Itu punyamu sekarang” kata Tante Cindy lembut.
Sehingga saat itu Tante Cindy meneteki dua “bayi” sekaligus, aku di kanan dan bayinya di kiri.
Mulai hari itu, setiap 3-4 hari per minggu aku berkunjung ke rumah Tante Cindy dan ia akan senantiasa menyusuiku layaknya bayinya sendiri. Anaknya yang masih kecil bahkan sering dibaringkan di atas sofa yang kosong untuk lebih mempermudahnya menyusuiku. Ia selalu menyambutku dengan ramah dan penuh perhatian. Ia tidak pernah mengecewakanku. Ia selalu menyusuiku dengan sabar.
Bahkan, setelah ia melahirkan anak keduanya, ia tetap memintaku datang ke rumahnya setelah pulang sekolah ketika suaminya bekerja. Jadi, setiap hari ia menyusui tiga anak sekaligus.
Setelah melahirkan, payudaranya Tante Cindy bertambah besar dan air susunya pun semakin banyak.
“Dani, kamu gak bosan netek Tante terus setiap hari? Sudah 6 bulan lho?” Tanya Tante Cindy padaku yang saat itu sedang asyik menyusu di payudara kirinya.
“Kalau Tante sudah tidak mau menyusuiku lagi, aku gak apa-apa kok. Tante sudah baik banget selama 6 bulan ini”.
“Bukan begitu, kamu boleh minta netek kapanpun sama Tante” jawabnya halus.
“Susu Tante manis dan hangat banget sih. Jadinya, aku ketagihan”
“Oh, ya udah, ayo netek lagi” ia memintaku menetek lagi.